Ads 468x60px

Dari Bakso Tembak hingga Bom Meledak

Sehari setelah saya mengunjungi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris untuk berkangen ria dengan jajanan bakso lapangan tembak dan menikmati musik Sasando, berita pengeboman gedung yang saya datangi itu bikin bulu kuduk merinding.


Dua belas tahun sudah saya hidup di Perancis, tapi yang namanya kantin koperasi KBRI di Paris, selalu saja belum sempat saya datangi. Padahal cerita yang mampir di telinga ini, adalah:

"Kalau ke Paris, mampir deh ke kantin koperasi di sana, bisa puas kangenan sama jajanan kampung halaman, minumnya juga kaya diiklan-iklan tuh, apa pun makanannya minumannya ya….."

"Mau cari tempe, segala macam bumbu, krupuk sampai terasi, teh Dini bisa tuh belanja di sana, kan sering ke Paris!"

Berhubung saya tinggal di Perancis selatan, maka segala sesuatu yang berhubung dengan administrasi kewarganegaraan hubungan saya lebih kepada Konsulat Indonesia di Marseille yang mengurus warga indonesia yang bermukim di daerah Perancis selatan dan sekitarnya.

Hingga tahun lalu, teman saya yang  tinggal di Paris datang mengunjungi kami sekeluarga dengan oleh-oleh tempe, tiga macam kerupuk dan tentunya cerita mengenai santapan yang dia nikmati. Semua didapatinya di kantin koperasi KBRI.

Kalau masalah bumbu sampai kecap dan sambal, di kota saya Montpellier sudah ada supermarket yang menjualnya, tak perlu lagi repot setiap pulang kampung keberatan bagasi karena terisi dengan berbagai persediaan setahun bumbu inti untuk masakan indonesia. Tapi cerita jajanan itulah yang membuat saya penasaran.

Kangen makanan Indonesia, yang bisa saya lakukan adalah mengolahnya, enak memang. Tapi kenikmatan jajan itulah yang paling saya kangenin. Sayangnya berkali-kali ke Paris, selalu saja tak sempat, karena ke sana seringnya untuk liputan yang sudah memakan waktu.

Baru kali inilah, saya niatkan membuat liputan khusus untuk rubrik Surat dari Perancis,  mengenai Paris sesuai dengan keinginan hati. Salah satunya tentu saja si kantin koperasi.

Setelah memastikan lewat telepon jika kantin hari itu buka dan ada jajanan lumayan komplit, rendez-vous (janji sua) dengan sahabat di sana, temu kangen sekaligus ngebakso!

Menemukan KBRI bukan hal yang mudah ternyata. Bagi saya yang mulai terbiasa dengan peta dan menguasai bahasa setempat saja, kesulitan juga menemukan bangunan tersebut.  Saat saya berada di persimpangan  jalan, udara dingin bikin otak buntu, peta di tangan pun tak bisa dicerna. Saya datangi sebuah kios yang menjual majalah, koran, kartu pos sampai buku pedoman paris, dalam hati pastilah si bapak itu tahu alamat yang saya tuju.

"Bonjour, permisi monsieur (bapak), saya sedang cari jalan Cortambert, bisakah anda membantu saya?" tanya saya kepada bapak penjual kios tersebut.

Jari si bapak itu, mengetuk jendela kasir, dimana tertera sebuah tulisan: "Bila anda ingin bertanya alamat silakan liat di peta kota dekat tangga keluar metro".

Ohhhh... tak simpatik sekali si bapak itu, dalam hati saya, karena sambil jarinya mengetuk jendela tak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya. Hemmm... sopan sekali ya, gerutu saya dalam hati. Tapi memang di ibu kota Perancis ini, saya merasakan perbedaan masyarakatnya dengan di daerah saya. Di Montpellier misalnya, saya berhenti mendadak di tangga, akan ada beberapa yang berhenti untuk bertanya, "Apakah anda baik-baik saja?"

Atau kalau saya mulai keliatan celingukan dengan peta di tangan, akan ada beberapa orang yang mendatangi saya untuk menawarkan bantuan jika saya sedang mencari suatu alamat. Di Paris ini, rasanya wajah-wajah mereka lempeng alias lurus atau dingin semua bagi saya he-he-he... Mungkin karena itu ya, banyak turis yang berkesimpulan, orang Perancis arogan, karena malas bicara, entahlah. Saya teruskan cerita saya tadi yang tentang mencari alamat Kedubes RI demi jajanan bakso.

Di persimpangan lampu merah, alis saya mulai berkerut kesal. Nasib baik, dua orang yang melewati saya berbalik arah, menanyakan jika saya kesulitan mencari sebuah alamat. Logat bicara kedua orang tersebut bukanlah orang asli Perancis. Tawaran baik pasangan itu langsung saya sambut ramah, dan memperlihatkan alamat yang sedang saya cari. Bukan hanya diberitahukan kemana saya harus pergi, tapi mereka malah menawarkan mengantarkan saya hingga di pintu gerbang KBRI. Wah... alhamdulillah, beruntungnya saya.

Benar saja, sendiri bukan hal yang mudah menemukannya, setelah mengucapkan terima kasih dan berpamitan dengan pasangan Amerika tersebut, saya segera mendatangi gerbang hitam dengan hiasan burung garuda di atasnya. Sampailah saya.

Sebuah bangunan khas Perancis saya masuki setelah memberitahukan kepada petugas setempat keinginan saya mendatangi KBRI. Kantin koperasi berada di dalam bangunan kedutaan, jadi bukan untuk orang umum, melainkan dikhususkan bagi para pegawai setempat dan warga Indonesia yang ingin mencicipi masakan Indonesia karena rindu, atau membeli kebutuhan bumbu yang sulit didapati di perantauan ini.

Sebuah rumah khas Jawa berada di belakang bangunan kokoh Perancis, disitulah kantin koperasi berada. Pintu saya buka, soalnya dari luar sepi sekali!

Wahhhh…. dalamnya persis seperti kantin koperasi di Indonesia. Ada bangku bulat, meja panjang lalu seorang ibu duduk di belakang meja di antara lemari kaca yang memajang berbagai macam jenis jajanan dan bahan makanan indonesia. Di atas  lemari kaca, terdapat pilihan masakan khas kampung halaman lengkap dengan berbagai macam gorengan krupuk! Pokoknya seperti masuk kantin koperasi di tanah air deh. Yang seru adalah, lemari yang nempel dengan dinding, isinya….segala macam mie instan favorit keluarga Indonesia, bumbu-bumbu instan sampai terasi juga ada. Asyiknya…

Pembaca yang berada di tanah air, harap maklum jika saya berekspresi agak berlebihan. Karena memang kenyataannya seperti itu. Saat kita merantau, di suatu negara yang mana, bumbu atau makanan yang biasa kita dapati di kampung halaman, bertebaran di mana-mana, di Perancis ini, jadi bahan langka, yang membuat lidah dan hati rindu bagaikan kangenin pacar saat kasmaran...

Antara bakso lapangan tembak, mie ayam, soto dan jajanan lainnya, akhirnya bakso lapangan tembak yang saya pilih. Kangen soalnya dengan bakso besar he-he-he.... Dinikmati dengan sahabat satu rumpun yang jarang ditemui, minumnya pun yang diseruput adalah temannya makanan apa saja itu loh sesuai iklan, rasanya nikmat sekali.

Segala sesuatu yang jadi sulit didapat memang jadi terasa lebih nikmat dan dihargai, itulah manusia. Seperti yang saya tuliskan tadi, setiap kali kangen sama masakan Indonesia saya masak. Suami saya, Kang Dadang pun alias David, jago sekali mengolah masakan kampung halaman istrinya, sampai batagor buatan dia pun enaknya kaya batagor yang terkenal di Bandung deh! Tapi jajan masakan Indonesa, tinggal beli nggak pake repot dan ulek bumbu, itulah nikmatnya…

Benar saja, semakin siang, makin ramai yang datang ke kantin koperasi ini, semuanya untuk makan. Baru kemudian mulai belanja, kebutuhan sehari-hari. Ada yang borong mie instan satu dus, ck-ck-ck... Ada juga yang sengaja datang ke Paris dari kota lain karena kehabisan bumbu Indonesia.

Tentu saja saya tak ketinggalan, ikutan sibuk. Bumbu, sambal, kecap, aneka krupuk, tempe, rempeyek teri kacang sampai terasi masuk dalam kantong. Terasi sengaja saya beli banyak, karena ingat banyak teman di kota saya yang mengeluh jika terasi thailand yang biasa ditemukan di toko cina di Montpellier tidak begitu sedap. Jadilah bungkusan terasi yang baunya OK itu, saya borong, demi teman-teman tersayang.

Salah seorang bapak yang berdinas di KBRI bagian Budaya pdan Pariwisata menyatakan kepada saya, jika malam itu akan ada acara musik Sasando yang didatangi langsung dari kota Rote, Nusa Tenggara Timur, dan dimainkan oleh Jackob Bullan. Pemusik yang rupanya telah turun menurun dalam keluarganya memainkan alat musik tradisional itu, dan menarikan jemarinya serta melantunkan suaranya ke manca dunia.

Hiburan langka yang tak saya temui sejak dua belas tahun di Perancis ini, tentu saja mendapat sambutan hangat di hati. Malam harinya pun saya kembali ke Kedubes RI. Sejumlah masyarakat Indonesia yang merantau karena menikah dengan warga Perancis, menuntut ilmu atau untuk pekerjaan berkumpul malam itu. Beberapa orang asing saya lihat juga hadir, saya dekati untuk tahu alasan mereka datang. Beberapa hadir karena diundang oleh teman Indonesia, namun ada juga yang sengaja datang, karena tertarik dengan iklan media yang mereka lihat.

Jujur saja, melihat permainan musik Sasando di televisi hanya dibawakan satu orang, mungkin sudah ganti saluran mencari hiburan yang lebih spektakuler. Namun saat itu, kerinduan akan tanah air, mendengar lantunan musik jernih dan khas, membuat hati terenyuh. Bernostalgia akan kampung halaman. Bernyanyi bersama lagu-lagu tanah air, begitulah ternyata menjadi perantauan.

Tengah malamnya, saya menceritakan pengalaman itu kepada suami yang juga berada di Paris untuk pekerjaannya. Saya ungkapan perasaan yang aneh bagi saya, bagaimana diri ini bisa begitu menghargai sesuatu yang selama ini kerap luput di mata saya, karena dulu selalu ada rasanya.

Saat saya  berada di stasiun kereta untuk kembali ke kota saya Montpellier, seorang teman yang juga bekerja di Kedubes RI mengirimkan pesan kepada saya jika gedung KBRI yang baru saja saya temui sehari sebelumnya terkena bom! Sampai gemetar saya membaca pesan tersebut. Ingin rasanya kembali ke sana dan melihat dari dekat kondisi yang terjadi, namun situasi tak memungkinkan bagi saya. Kedua belahan hati yang saya tinggalkan sudah waktunya kembali diurus oleh kedua tangan ini.

Ahhh... ramai sekali pengalaman saya dengan KBRI. Baru saja bersenang menikmati jajanan dan musik merdu, sudah harus hinggap di telinga ini kabar tak enak, jika kelompok teroris Perancis yang membelakangi peristiwa pemboman itu. Namun hati lega, mendengar jika bom yang meledak dini hari itu tak memakan korban jiwa.

Beberapa teman Perancis yang mendengar berita itu langsung menghubungi saya menanyakan mengapa? Yang tak bisa saya jawab dengan pasti, namun berharap agar peristiwa tersebut tak berhubungan dengan kebangsaan dan agama. Pasalnya di saat yang sama, Perancis sedang heboh oleh ulah seorang anggota Al-Qaida, Mohamed Merah, yang melakukan penembakan kepada tiga prajurit Perancis, di antara keturunan Arab dan beragama Islam, juga seorang guru dan tiga murid sekolah turunan Yahudi.

Karena itulah betapa leganya hati ini mengetahui jika saudara sebangsa yang melakukan tugas di Perancis ini, tak ada satu pun yang terluka. Bahkan mereka tetap melanjutkan aktivitas keseharian seperti biasanya. Satu lagi yang bikin hati ini tenang adalah karena jika kantin koperasi sampai terkena bom, walaahh..... kemana lagi saya bisa jajan ala Indonesia di Paris, dengan khas koperasi seperti di kampung halaman..

Sumber : kompas.com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...